Halaman

Jumat, 01 Februari 2013

Produksi Dalam Ekonomi Islam

Kata produk berasal dari bahasa Inggris "product" yang berarti sesuatu yang diproduksi oleh tenaga kerja atau sejenisnya[1].

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru dengan menggunakan sumber daya alam yang ada sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan.Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan produksi barang. Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran.Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi. Orang atau perusahaan yang menjalankan suatu proses produksi disebut Produsen. Contoh : pabrik baterai yang memproduksi batu baterai, tukang mie ayam yang membuat mie yamin, tukang pijat yang memberikan pelayanan jasa pijat dan urut kepada para pelanggannya, dan lain sebagainya.
Mannan menyatakan bahwa sistem produksi dalam Islam harus dikendaikan oleh kriteria objektif maupun subjektif. Kriteria yang objektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang, dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah. Jadi dalam Islam, keberhasilan sebuah sistem ekonomi tidak hanya disandarkan pada segala sesuatu yang bersifat materi saja, tapi bagaimana agar setiap aktifitas ekonomi termasuk produksi, bisa menerapkan nilai-nilai, norma, etika, atau dengan kata lain adalah akhlak yang baik dalam berproduksi. Sehingga tujuan kemaslahatan umum bisa tercapai dengan aktifitas produksi yang sempurna.
Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padangan kata “produksi” dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara bahasa dimaknai dengan ijadu sil’atin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin min ‘anashir al-intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas).  Pandangan Rawwas di atas mewakili beberapa definisi yang ditawarkan oleh pemikir ekonomi lainnya. Hal senada juga diutarakan oleh Dr. Abdurrahman Yusro Ahmad dalam bukunya Muqaddimah fi ‘Ilm al-Iqtishad al-Islamiy. Abdurrahman lebih jauh menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari hasil produksi tersebut.  Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai utility dan masih dalam bingkai nilai ‘halal’ serta tidak membahayakan bagi diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat.Dalam hal ini, Abdurrahman merefleksi pemikirannya dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah: 219 yang menjelaskan tentang pertanyaan dari manfaat memakai (memproduksi) khamr. Lain halnya dengan Taqiyuddin an-Nabhani, dalam mengantarkan pemahaman tentang ‘produksi’, ia lebih suka memakai kata  istishna’ untuk mengartikan ‘produksi’ dalam bahasa Arab. An-Nabhani dalam bukunya an-Nidzam al-Iqtishadi fi al-Islam memahami produksi itu sebagai sesuatu yang mubah dan jelas berdasarkan as-Sunnah.  Sebab, Rasulullah Saw pernah membuat cincin.Diriwayatkan dari Anas yang mengatakan “Nabi Saw telah membuat cincin.” (HR. Imam Bukhari). Dari Ibnu Mas’ud: “Bahwa Nabi Saw. telah membuat cincin yang terbuat dari emas.” (HR. Imam Bukhari). Beliau juga pernah membuat mimbar. Dari Sahal berkata: “Rasulullah Saw telah mengutus kepada seorang wanita, (kata beliau): Perintahkan anakmu si tukang kayu itu untuk membuatkan sandaran tempat dudukku, sehingga aku bisa duduk di atsnya.” (HR. Imam Bukhari). Pada masa Rasulullah, orang-orang biasa memproduksi barang, dan beliau pun mendiamkan aktifitas mereka.Sehingga diamnya beliau menunjukkan adanya pengakuan (taqrir) beliau terhadap aktifitas berproduksi mereka. Status (taqrir) dan perbuatan Rasul itu sama dengan sabda beliau, artinya sama merupakan dalil syara.[2]

Teori Produksi
Produksi merupakan suatu kegiatan memproses input (faktor produksi) menjadi suatu output. Produsen dalam melakukan kegiatan produksi, mempunyai landasan teknis, yang didalam teori ekonomi disebut “fungsi produksi”. 
Fungsi Produksi adalah suatu  persamaan yang menunjukan hubungan ketergantungan (fungsional) antara tingkat input yang digunakan dalam proses produksi dengan tingkat output yang dihasilkan.
Pada awalnya, faktor produksi dibagi menjadi empat kelompok, yaitu tenaga kerja, modal, sumber daya alam, dan kewirausahaan .Namun pada perkembangannya, faktor sumber daya alam diperluas cakupannya menjadi seluruh benda tangible, baik langsung dari alam maupun tidak, yang digunakan oleh perusahaan, yang kemudian disebut sebagai faktor fisik (physical resources). Selain itu, beberapa ahli juga menganggap sumber daya informasi sebagai sebuah faktor produksi mengingat semakin pentingnya peran informasi di era globalisasi ini. (Griffin R: 2006) Secara total, saat ini ada lima hal yang dianggap sebagai faktor produksi, yaitu:
  1. Sumber daya fisik (physical resources). Faktor produksi fisik ialah semua kekayaan yang terdapat di alam semesta dan barang mentah lainnya yang dapat digunakan dalam proses produksi. Faktor yang termasuk di dalamnya adalah tanah, air dan bahan mentah.
  2. Tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan faktor produksi insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan produksi (ahli dan non-ahli). 
  3. Modal (capital). Yang dimaksud dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya (sendiri dan asing), berdasarkan pemilikan (pribadi dan bersama), serta berdasarkan sifatnya (konkritdan abstrak). 
  4. Kewirausahaan (entrepreneurship). Faktor kewirausahaan adalah keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir faktor-faktor produksi. 
  5. Sumber daya informasi (information resources). Sumber daya informasi adalah seluruh data yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan bisnisnya.Data ini bisa berupa ramalan kondisi pasar, pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan, dan data-data ekonomi lainnya.[3]

Prinsip-Prinsip Produksi
Prinsip fundamental yang harus diperhatikan produksi adalah prinsip kesejahteraan ekonomi. Bahkan dalam sisitem ekonimi kapitalis kesejahteraan ekonomi kira-kira dapat didefinisikan sebagai bagian kesejahteraan yang dapat dikaitkan dengan alat pengukuran uang. Karena kesejahteraan Ekonomi modern bersifat materialistis.
Sistem produksi dalam Islam baik dalam Negara Islam harus dikendalikan oleh criteria obyektif maupun subyektif, kriteria obyektif akan tercermin dalam bentuk kesejahteraan yang dapat diukur dari segi uang dan kriteria subjektif dalam bentuk kesejahteraan yamg dapat diukur dari segi etika ekonomi yang didasarkan atas perintah-perintah Allah dalam kitab suci Al Qur’an.[4]










[1] http//:carapedia.com
[2] www.zonaekis.com
[3] www.wikipedia.com
[4] www.zonaekis.com


By: Ummu Hanie Tartiela

Tidak ada komentar:

Posting Komentar